Latest Post

Mengenal Pakan Hijauan Ternak Kambing

Written By Unknown on Jumat, 07 Desember 2012 | 14.40

Ketersediaan pakan hijauan keberadaanya sangat penting dalam menunjang keberhasilan beternak kambing etawa. Banyak literatur yang sudah menjelaskan jenis-jenis hijauan apa saja yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan kambing baik yang berasal dari rumput-rumputan maupun leguminosa. E F I memilih dan membudidayakan hijauan yang memiliki  kandungan nutrisi yang sangat baik dan produktivitasnya tinggi, sebagai pakan hijauan yang diberikan baik untuk jenis kambing unggul maupun kambing perah.  Berikut adalah hijauan yang kami budidayakan :
1. Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) : Daun singkong yang dimanfaatkan bisa berasal dari berbagai varietas singkong budidaya ataupun dari singkong karet, keduanya sangat mudah untuk dibudidayakan, hanya dengan menanam batangnya saja pada saat musim hujan mayoritas dapat tumbuh dengan baik.
Hasil penelitian Ravindran (1991) menunjukkan bahwa daun singkong mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu berkisar antara 16.7−39.9% bahan kering dan hampir 85% dari fraksi protein kasar merupakan protein murni, sedangkan bagian kulit dan onggok memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi. Liem et al. (1997) melaporkan dari 2.5−3 ton/ha hasil samping tanaman singkong dapat menghasilkan tepung daun singkong sebanyak 600−800 kg/ha. Lebih lanjut dijelaskan pemakaian tepung daun singkong dalam formulasi ransum dapat dijadikan sebagai sumber protein dan konsentrat pada kambing dan sapi perah (Khang et al. 2000).
Wanapat dan Knampa (2006) melaporkan hay daun singkong dapat menggantikan pemakaian bungkil kedelai pada sapi perah di daerah tropik. Selain  berfungsi sebagai sumber protein, daun singkong juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit. Ensilase merupakan salah satu cara pengawetan daun singkong sebagai pakan ternak (Hang 1998) dan efektif menurunkan kandungan sianida (HCN) pada ubi kayu setelah 3 bulan ensilase yaitu dari 289 mg/kg menjadi 20.1 mg/kg (Kavana et al. 2005).
Banyak peternak yang ragu dalam menggunakan daun singkong sebagai pakan kambing mengingat adanya kandungan sianida yang identik dengan racun. Selama ini tidak pernah ada kasus kerancunan di kandang EFI, caranya simple daun singkong sebelum diberikan terlebih dahulu dijemur/dilayukan atau didiamkan satu malam kemudian keesokan harinya diberikan.
Gambar 1. Daun Singkong

2. Gamal (Gliricidia Sepium) : Banyak penamaan berbeda di banyak daerah untuk gliricidia ini sbb: Gamal (Indonesia), Lirikside, liriksidia, Wit Sepiung (Jateng), Johar Gembiro Loka (DIY). Jawa Timur: Kelorwono, Joharlimo, Johar Bogor. Sunda: Cebreng, Cepbyer (Jabar), Kalikiria (Ciamis), Angrum (Garut).
Gliricidia kaya akan protein (23% CP) dan kalsium (1,2%). Kandungan seratnya tinggi (45% NDF) yang membuatnya sangat bagus sebagai sumber hijauan untuk ternak ruminansia. Permasalahan pada ternak hanya sebatas palatabilitasnya (kesukaan) saja, mengingat gamal ini memiliki bau menyengat, untuk mengatasinya sebelum diberikan sebaiknya dijemur atau dilayukan dan untuk membiasakan berikan pada saat ternak dalam kondisi lapar.
Budidaya gliricidia bisa dilakukan dengan penanam biji polong yang sudah tua ataupun dengan penanaman stek dari batangnya. Pemotongan pertama pohon gamal dianjurkan setelah tanaman berumur 1 tahun. Selang waktu atau interval pemotongan selanjutnya setiap 3 bulan sekali. Rata-rata produksi hijauan segar berkisar 2-5 kg per potong per pohon.
Sistem pemangkasan dua kali selama musim hujan dan dua kali selama musim kering dapat mengurangi peranggasan daun gamal sehingga gamal akan tetap menghijau sepanjang tahun (Nitis et al., 1991).
Gambar 2. Daun Gamal

3. Turi (Sesbania Grandiflora) : Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang kaya akan kandungan protein kasar. Komposisi zat gizi daun turi terdiri atas; protein kasar 27,3%, energi kasar 4.825 kkal/kg, SDN 24,4%, lignin 2,7%, abu 7,5%, Ca 1,5% dan P 0,4%.
Salah satu kendala penggunaan daun turi sebagai pakan ternak adalah rendahnya produksi biomass dan tidak tahan terhadap pemangkasan. produksi daun turi pada musim kemarau (1,7 kg/pohon/3-4 bulan) dan musim hujan (4,1 kg/pohon/2-3 bulan). Akan tetapi, turi relatif tahan terhadap kekeringan sehingga sangat bermanfaat sebagai sumber pakan kambing pada musim kemarau. Pada musim kemarau, dimana rumput sangat sulit didapatkan, turi masih tumbuh subur dan berproduksi dengan baik. Pemetikan daun turi tidak dilakukan secara total, namun dipetik sebagian besar daunnya dan menyisakan daun pada pucuknya agar pohon turi tidak mati.
Turi seperti halnya gliricidia dapat dibudidayakan melalui biji dan ada juga jenis turi yang dapat dibudidayakan dari stek batangnya.
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaannya, daun turi sebaiknya diberikan pada saat kebutuhan zat-zat makanan meningkat secara drastis, terutama pada akhir kebuntingan, awal laktasi dan cempe pada mas pertumbuhan.  Hal ini dimaksudkan agar angka kematian anak dapat dicegah dan pertumbuhan anak lebih cepat.
Gambar 3. Daun Turi

4. Kaliandra (calliandra calothrysus) Kaliandra digunakan secara luas untuk pakan ternak karena : daun, bunga,  tangkai mempunyai kandungan protein cukup tinggi 20-25%, serta cepat tumbuh dan kemampuan bertunas tinggi setelah pemangkasan. Kaliandra dapat dibudidayakan melalui biji atau mengambil anakannya yang sudah berkar dari alam bebas kemudian ditanam di lahan yang sudah disediakan.
Pemanfaatan kaliandra sebagai hijauan pakan ruminansia telah memperlihatkan pengaruh yang menguntungkan tidak hanya performans produksi tetapi performans reproduksi ternak juga meningkat. Baik ternak ruminansia kecil maupun yang besar tidak memperlihatkan suatu masalah bila disuplementasi dengan kaliandra segar atau dalam bentuk silase tetapi tidak boleh dalam bentuk kering. Kaliandra dapat diberikan sendiri atau dalam campuran dengan legum lain yang tidak mengandung tanin untuk mensuplementasi ternak yang diberi rumput. Tambahan sumber energi sangat bermanfaat untuk meningkatkan performans produksi ternak.
Permasalahan kaliandra sebagai pakan ternak adalah kadar tannin yang tinggi sehingga mempunyai tingkat kecernaan yang rendah (30-60%).
Sistim “cofeeding” adalah cara pemberian pakan campuran antara legum yang mengandung kadar tannin tinggi seperti kaliandra dengan legum yang tidak mengandung tanin seperti gamal (gliricidia sepium) atau turi (sesbania grandifora). Tujuannya untuk mencegah sebagian dari protein terlarut dalam gamal agar tidak dipecah di dalam rumen yaitu dengan mengikatkannya pada tanin kaliandra. Kemudian diharapkan ikatan tanin-protein dapat pecah dalam pH abomasum yang rendah sehingga protein daun dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak itu sendiri.
Namun demikian tidak perlu dikhawatirkan mengingat Kambing dilaporkan mempunyai kemampuan mencerna tannin karena memiliki enzim tannase pada mukosa ruminal (Begovic et al., 1978).
Gambar 4. Daun Kaliandra

5. Rumput Taiwan: Ukurannya cukup besar , dapat mencapai 4 -5 meter.  Bibit rumput jenis ini kami peroleh dari  BIB Lembang. Ciri-cirinya : batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi cukup baik, dan  pada batang muda pangkal batangnya bawah yang dekat ke tanah berwarna kemerah merahan.  Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal, produksi per rumpun bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.
Jenis rumput dan leguminosa tersebut di atas bisa diberikan dalam bentuk segar, atau bisa juga diolah menjadi silase dan hay apabila kondisinya berlimpah pada saat musim penghujan.
Gambar 5. Daun Taiwan

Bibit Kelinci


Sudah sejak lama kelinci dipromosikan sebagai salah satu ternak alternatif untuk pemenuhan gizi khususnya protein hewani. Kelebihan kelinci sebagai penghasil daging adalah kualitas dagingnya baik, yaitu kadar proteinnya tinggi (20,10%), kadar lemak, cholesterol dan energinya rendah (Diwyanto et al., 1985), Kelinci tumbuh dengan cepat, dan dapat mencapai bobot badan 2 kg atau lebih pada umur 8 minggu, dengan efisiensi penggunaan pakan yang baik pada ransum dengan jumlah hijauan yang tinggi.Kombinasi antara modal kecil, jenis pakan yang mudah dan perkembangbiakannya yang cepat, menjadikan budidaya kelinci masih sangat relevan dan cocok sebagai alternatif usaha bagi petani miskin yang tidak memiliki lahan luas dan tidak mampu memelihara ternak besar.

JENIS KELINCI

Produk utama yang dihasilkan dari usaha budidaya atau pembibitan kelinci adalah Daging, Hias, dan Daging-Hias
1. Jenis Kelinci Pedaging antara lain : Carolina, Simonoire, Giant Chinchila.
2. Jenis Kelinci Hias antara lain : Rex, Satin
3. Jenis Kelinci Daging dan Hias antara lain : New Zealand White, Flemish Giant, California, Angora.

MEMILIH BIBIT KELINCI YANG BAIK

Persyaratan bibit Kelinci yang baik :

  1. Umur antara 5-6 bulan sampai 2,5 tahun (usia produktif).
  2. Kepala sesuai ukuran badan
  3. Penampilan : tampak tegap, gerakannya gesit dan menarik perhatian.
  4. Bulu halus mengkilap dan tidak rontok.
  5. Pandangan mata tajam, tidak cekung atau tidak melelehkan air mata, demikian juga untuk hidung dalam kondisi bersih dan tidak ingusan.
  6. Nafsu makan baik.
  7. Bagian kaki tidak bengkok, tampil lurus tegap dan kokoh menyangga badan. Ekor naik mengikut arus tulang punggung.
  8. Bagian saluran kencing dan anus tidak basah dan tidak kotor.

Download detail : (Klik disini)

Penegakan Hukum Daging Sapi Glonggongan

A. Daging Sapi Glonggongan

Daging sapi glonggongan adalah daging hasil pemotongan ternak sapi potong yang mmemiliki kadar air yang cukup tunggi akibat dari konsumsi air pada sapi yang berlebihan yang dilakukan dengan cara dipaksa (diglonggong). Menurut Murhadi (2009), sapi glonggongan adalah sapi yang diberikan minum sampai lemas sebelum dilakukan pemotongan. Daging glonggongan adalah daging yang berasal dari sapi yang sesaat sebelum disembelih diberi minum sebanyak-banyaknya untuk menambah berat daging. Karakteristik dari daging sapi glonggongan adalah sebagai berikut:

  1. Warnanya pucat kebiruan (daging yang masih baik berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan).
  2. Kandungan air sangat tinggi sekitar 10% dari daging normal.
  3. Kondisinya agak rapuh sehingga tidak bisa dijadikan sejumlah produk olahan, seperti bakso.
  4. Hanya dapat bertahan selama 7-8 jam saja.
  5. Biasanya harganya lebih murah.
  6. Biasanya cara penjualan daging glonggongan tidak digantung

Gambar 1. Daging Segar

  Gambar 2. Daging Glonggongan

Proses pengglonggongan yang dilakukan adalah pertama diawali dengan meletakkan kaki depan sapi lebih tinggi dibandingkan dengan kaki belakang. Setelah sapi dalam posisi demikian, mulut sapi dimasuki selang sampai kedalaman 1,5 meter. Selang yang telah masuk tersebut kemudian dialiri dengan air. Banyaknya air yang di masukkan ke dalam tubuh sapi antara 30-40 liter setiap ekor sapi.

Gambar 3. Proses Pengglonggongan Sapi Hidup

B. Penegakan Hukum Daging Sapi Glonggongan 

Pangan asal ternak/hewani memiliki nilai gizi yang tinggi, terutama kandungan protein, asam amino, lemak laktosa, mineral dan vitamin . Tetapi seperti produk pertanian pada umumnya, produk hewani ini juga bersifat mudah rusak dan busuk terutama di daerah tropis dan lembab seperti Indonesia karena mikroorganisme cepat berkembang biak . Apalagi pangan asal hewan juga termasuk produk pangan yang berpotensi berbahaya (potentially hazardous foods) karena merupakan salah satu media pembawa bibit penyakit dan sumber penyakit zoonosis . Sehingga jika produk hewani tersebut rusak maka tidak akan aman untuk kesehatan dan dikonsumsi . Untuk itu faktor kualitas bahan pangan perlu mendapat perhatian terutama faktor keamanan produk (food safety). Kualitas bahan pangan asal ternak harus memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
Aman berarti bahan pangan tersebut tidak mengandung bahan biologik, kimia dan fisik yang dapat menyebabkan penyakit serta mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti memiliki unsurunsur yang dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan serta pertumbuhan tubuh. Utuh berarti tidak bercampur dengan bagian lain dari hewan dan sesuai dengan deskripsi yang ada pada label produk. Sedangkan halal berarti bahwa bahan pangan tersebut berasal dari ternak yang dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agam Islam (Ditjen Peternakan, 2007).Maraknya peredaran produk hewani yang tidak aman ini dipicu oleh adanya kecenderungan masyarakat untuk membeli produk berharga murah tanpa memperhatikan kualitasnya. Disamping itu penegakan terhadap pelaksanaan aturan-aturan yang terkait dengan pengawasan pangan dalam rangka perlindungan masyarakat seperti UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, belum sepenuhnya dilakukan.
UU No. 23 tahun 1992 pasal 31 ayat 1 “Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan”  pada ayat 3 dijelaskan bahwa “Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan  pasal 4 ayat 1 tertulis “Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau per-edaran pangan”. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bab IV pasal 1 menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan”. Pada bab 1 pasal 12 PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menyatakan bahwa “Setiap orang yang memproduksi  angan dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan”.
Barangsiapa melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang ditulis pada  UU No. 7 tahun 1996 bab X pasal 55 dapat dihukum dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Kenyataan di lapangan peraturan perundang-undangan yang telah disahka ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Padahal masyarakat pasti menginginkan dapat melakukan aktifitas hidupnya dengan aman terlepas dari rasa kekhawatiran termasuk dalam hal memilih bahan pangan yang sehat.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan asal hewan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Anonimus, 2004). Kemanan pangan dipengaruhi oleh segala proses yang terjadi dalam mata rantai produksi. Kontaminasi dapat terjadi pada setiap proses mulai dari peternakan, saat panen/pemotongan, pemerahan susu, industri pengolahan, transportasi, pengecer dan konsumen (thaiir et al ., 2005). Termasuk dalam kategori pangan asal ternak yang tercemar adalah apabila pangan tersebut.

C. Strategi Penanganan Produk Pangan Hewani

Pemerintah telah menerbitkan undang-undang tentang pengawasan produk asal hewan yaitu Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Oleh karena itu pemerintah baik di Pusat maupun daerah perlu selalu berkoordinasi melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk pangan. Untuk itu Pemda melalui dinas-dinasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya perlu melakukan upaya yang terus menerus untuk memberdayakan masyarakat dengan memberikan pemahaman dan perlindungan kepada konsumen dalam hal keamanan pangan.
Proses keamanan pangan (daging) harus dilakukan sedini mungkin, yakni mulai dari peternakan (farm) hingga dikonsumsi (di meja makan). Dengan demikian kelayakan Rumah Potong Hewan (RPH) yang mampu menyediakan daging yang memenuhi persyaratan teknis higienis dan sanitasi patut dicermati. Dalam mendirikan RPH, walaupun cukup sederhana dan tidak menggunakan peralatan yang canggih serta mahal, yang terpenting adalah teknik pemotongan atau proses pemotongannya tetap halal dan memenuhi aspek kesehatan. Proses pemotongan hewan yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan hasil sampingan yang baik dan halal.
Untuk penjaminan halal diperlukan pemotong yang beragama Islam dan memahami aturan penyembelihan secara Islam yaitu: membaca Bismillahi Allahuakbar, menggunakan pisau yang tajam, memotong bagian leher sehingga memutus jalan pakan, nafas dan pembuluh darah sekitamya, membiarkan darah keluar sempurna dan mati sempuma sebelum proses berikutnya.

Saluran Tataniaga Ternak Ayam

Written By Unknown on Senin, 03 Desember 2012 | 18.34

 Dalam kerangka agribisnis sebagai suatu pendekatan pengelolaan usaha yang secara menyeluruh, maka penanganan peternakan sebagai rangkaian kegiatan beberapa sub sistem yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Sub-sub sistem tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk kegiatan peternakan             (on-farm activities) dan kegiatan luar peternakan (of-farm activities) yang mencakup: 1) pengadaaan sarana produksi 2) industri pengolahan hasil 3) tataniaga 4) jasa-jasa penunjang (Priyadi, 2004).

     Usaha peternakan ayam broiler (ras) ditinjau dari aspek finansial merupakan salah satu usaha di bidang agribisnis yang memberikan keuntungan. Dalam menjalankan usaha ayam broiler terdapat dua jenis pengelolaan, yakni dikelola secara mandiri (peternak mandiri) dan dikelola dalam bentuk plasma-inti (peternak plasma inti). Para pedagang dalam menjalankan usahanya benar-benar dikelola sebagai usaha memperoleh pendapatan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lain halnya dengan para peternak yang dalam menjalankan usahanya relatif kurang memberikan keuntungan, sehingga sebagian kecil para peternak dalam melakukan usahanya sebagai usaha sampingan.
      Tataniaga yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan tataniaga  tersebut.
      Efisiensi tataniaga merupakan salah satu komponenen penting dalam menciptakan sistem tataniaga yang dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak yang terkait dalam tataniaga ayam, seperti: peternak, pedagang dan konsumen. Melalui pelaksanaan tataniaga yang efisien pada akhirnya akan berpengaruh pada pembentukan tingkat harga.
     Faktor-faktor yang mendukung terciptanya tataniaga yang efisien mencakup: struktur pasar, lembaga tataniaga yang terlibat, dan transmisi harga. Pengukuran efisiensi tataniaga pertanian secara umum dapat dibedakan secara kualitatif dan secara kuantatif. Ukuran secara kualitatif sebagai upaya mengungkapkan keterkaitan tataniaga terhadap kesejahteraan masyarakat yang menggunakan pendekatan teknik S-C-P, yaitu; market strcture, market conduct dan market performance (Sukartawi, 1993). Adapun pengukuran secara kuantatif digunakan beberapa konsep antara lain: 1) Elastisistas Transmisi Harga dan 2) Marjin Tataniaga.
      Efisiensi tataniaga akan tercipta apabila berada dalam mekanisme pasar yang bersaing sempurna dengan besarnya marjin tataniaga konstan. Indikator lain yang digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga adalah bagian yang diterima oleh peternak (farmer share). Berkaitan marjin tataniaga dan efisiensi, Raju dan Oppen (1980-1982) disitasi dalam Priyadi (2004) menyatakan terdapat dua ukuran efisiensi tataniaga, yaitu: 1) efisiensi operasional, dan 2) efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh biaya tataniaga dan marjin tataniaga. Efisiensi harga dicerminkan oleh korelasi harga sebagai akibat pergerakan produk dari pasar satu ke pasar yang lain. Marjin tataniaga lebih sering digunakan untuk analisis efisiensi tataniaga, karena dapat menggambarkan penyebaran marjin tataniaga, dan efisiensi operasional (Sukartawi, 1993).
A. Tataniaga Ayam Broiler

      Tataniaga yang terjadi pada suatu komoditas tidak terlepas dari pengaruh struktur pasar yang terjadi. Di samping itu, pada perdagangan ayam broiler (ras) saluran tataniaga dipengaruhi juga adanya produk yang dihasilkan secara periodik dan produsen relatif tersebar. Sebagai konsekuensinya harga daging ayam sangat dipengaruhi fluktuasi pasokan. Secara umum usaha para peternak mandiri ayam broiler, hasil produksinya dijual kepada para pedagang pengumpul yang terdapat di desa-desa kemudian ke pedagang besar atau ke pedagang-pedagang pengecer yang berada dalam 1 wilayah maupun di luar wilayah kabupaten.

Para pedagang besar dalam upaya memperoleh komoditas dagangannya memperoleh pasokan dari para peternak dan pedagang pengumpul yang langsung datang. Berdasarkan gambar terdapat 5 saluran dalam sistem pemasaran ayam ras pedaging (broiler) yaitu:

1. Saluran I : Peternak – P. Pengumpul – P.Eceran – Konsumen
2. Saluran II : Peternak – P. Pengumpul –Konsumen
3. Saluran III: Peternak – P. Pengumpul – P.Besar – P. Eceran – Konsumen
4. Saluran IV: Peternak – P. Besar – P. Eceran– Konsumen
5. Saluran V : Peternak – P. Eceran – Konsumen
Peternak plasma menggunakan saluran I, II, dan III karena peternak plasma menjual produksi ayam broiler semuanya dijual kepada pedagang pengumpul yang ditunjuk perusahaan inti. Sedang peternak mandiri memasarkan produksi melalui kelima saluran pemasaran.
B. Tataniaga Ayam Petelur

      Tataniaga Ayam Kampung petelur
1. Produsen/peternak
2. Pengumpul/pemasok
3. Supermarket Pengecer
4. Konsumen/exportir
Bagi peternak ayam kampung petelur yang bermodal besar dengan produk yang kontinu, akan dapat memotong jalur pemasaran, yaitu dengan cara menjual langsung ke toko-toko besar atau langsung diekspor. Namun, bagi peternak kecil mungkin hal ini masih sulit dilakukan mengingat produk yang dihasilkan tidak bisa kontinu dan jumlahnya belum mencukupi. Pemasaran lebih cenderung menggunakan jalur lain, misalnya melalui pemasok, pengecer, atau langsung ke konsumen.
   Sedikitnya ada lima kemungkinan yang dapat dilakukan oleh petenak, yaitu pemasok, pengecer, supermarket, eksportir, atau langsung ke konsumen. Dari kelima kemungkinan tersebut yang paling banyak dilakukan oleh peternak adalah melalui pemasok, pengecer, atau langsung dijual ke konsumen.
   Pemasok terdiri dari pedagang perantara, mulai dari yang kecil, menengah, sampai yang besar. Setiap daerah selalu ada pemasokyang dapat menampung produksi telur ayam kampung. Pedagang pengecer pun bervariasi mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai dari para pedagang sayur-sayuran keliling, pedagang pengecer di pasar, sampai toko-toko kelontong dan barang keperluan sehari-hari. Konsumen langsung adalah ibu rumah tangga, penjual jamu, atau rumah makan. Penjualan ke toko serba ada dan eksportir biasanya hanya dialkukan oleh peternak yang cukup besar karena memerlukan kualitas dan kontinuitas produksi yang baik. Dalam kasus-kasus tertentu, seringkali para pemasok mendatangi langsung para peternak nuntuk mendapatkan telur ayam kampung (Sujionohadi, 2007).

Penyerentaan Birahi Domba



Penyerentakan birahi diperlukan agar perkawinaan dapat dilakukan serentak sehingga pemanfaatan pejantan dapat dilakukan secara optimal, saat kebuntingan dapat terjadi dengan serentak sehingga manajemen pakan jadi seragam, dan yang paling penting saat beranak menjadi serentak sehingga panen pun dapat dilakukan secara serentak. Dengan demikian terjadi suatu efisien tenaga kerja dan keperluan kandang beranak dan kandang pembesaran. Di Indonesia birahi pada domba terjadi setiap 16-17 hari sekali sepanjang tahun. Tidak seperti halnya di negara empat musim birahi pada domba hanya terjadii setahun sekali pada saat  usim bunga. Penyerentakan birahi dapat dilakukan secara hormonal memanfaatkan preparat hormon  progestagen” dapat dalam bentuk spons ataupun “intravaginal device” yang disebut CIDR. Namun kedua preparat hormon tadi tidak tersedia di pasar Indonesia perlu diimpor dari Australia, New Zealand, Amerika atau dari Eropa, dengan demikian harganya menjadi sangat mahal untuk peternakan Indonesia. Untuk kondisi iklim Indonesia penyerentakan birahi pada domba dapat juga dilakukan secara alami. Teknologi yang dilakukan sangat mudah dan murah dapat dilakukan oleh siapapun juga yang mencintai ternak.

PENYIAPAN BETINA
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu dilakukan pemilihan betina-betina yang subur dan sehat. Domba yang subur ditandai dengan bentuk yang normal dari tubuhnya maupun alat kelamin serta ambingnya. Kalau domba betina itu seekor betina muda maka berat hidupnya haruslah tidak kurang dari 19 kg. hal ini diperlukan agar pada saat kawin tubuh domba telah dewasa dan semua organ reproduksinya telah siap untuk menerima kebuntingan. Domba yang baru saja menyapih anaknya, juga dapat dimasukan dalam kelompok ini. Walaupun ada kecendrungan pejantan untuk memilih betina yang lebih dewasa. Kalau umlah domba cukup banyak sebaiknya memang dipisahkan antara domba betina muda dengan domba betina dewasa. Kumpulkan dalam satu kelompok sekitar 20 ekor ternak betina dalam kandang tanpa penyekat dengan ukuran luas sekitar 20 m2 ( 4x5 m2 atau 3x6 m2 ). Biarkan domba ini dalam kandang tanpa pejantan sekitar satu bulan, dan beri makan secara cukup dan baik. Kira-kira empat bagian rumput dua bagian dedaunan. Bila hal ini terlihat domba menjadi lebih gemuk dan bulunya tampak lebih bersih dan berkilau.

PENYIAPAN PEJANTAN
Untuk perkawinan ini diperlukan pejantan yang sehat dan subur serta agresif. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap organ reproduksi pejantan meliputi testis yang besar dan bentuknya sama antara buah pelir kiri dan kanan serta mempunyai penis yang kokoh dan normal. Kaki kokoh dan tidak cacat. Pejantan ini bila didekatkan dengan betina dia tidak terlihat sangat agresif. Pejantan ini harus diberi makan yang cukup baik agar dapat melaksanakan tugasnya mengawini banyak betina (kurang lebih 20 ekor betina). Letakan pejantan ini dikandang yang jauh dari kandang betina yang akan dikawinkan. Kurang lebih 30 m jauhnya, sehingga memungkinkan dititipkan di kandang tetangga.

MASA PERKAWINAN
Betina yang normal masa birahinya bersiklus setiap 15-17 hari. Satukan pejantan yang telah disiapkan dengan betina yang juga telah disiapkan selama 2 siklus birahi. Pada hari pertama penyatuan antara betina dan pejantan ini, biasanya pejantan sangat agresif mengejar betina. Sementara biasanya betina belum ada yang birahi. Biarkan saja hal tersebut terjadi. Biasanya pada hari ketiga betina mulai tampak ada yang birahi dan mengejar-ngejar pejantan. Makanan pada saat ini harus cukup dan baik agar tidak ada ternak yang kelaparan dan kekurangan makan karena konsentrasi ternak terhadap makanan biasa kurang pada saat ini. Dengan demikian perlu upaya khusus agar makanan tetap ada dalam tempat makanannya. Setelah hari ke 34, ternak jantan dapat dikeluarkan, ditukarkan dengan pejantan tetangga yang sama baiknya. Kalau saat itu harga ternak baik dapat juga ternak ini dijual. Namun berarti untuk keperluan perkawinan yang akan datang kita perlu mencari lagi pejantan lain yang lebih baik.

PERAWATAN SELAMA KEBUNTINGAN
Dengan sistem penyerentakan birahi ini, umur kebuntingan kelompok ternak ini akan relatif sama, sehingga fase fisiologisnya juga sama. Dengan demikian perawatan selama kebuntingan menjadi lebih mudah karena kebutuhan pakan baik kualitas maupun kuantitas antara individu ternak yang satu dengan yang lainnya relatif sama. Pada saat kebuntingan induk memerlukan tingkat protein yang lebih tinggi. Untuk itu saat ini perlu diberikan 3 bagian rumput dan tiga bagian dedaunan . berat tubuh induk harus terus bertambah pada saat kebuntingan ini. Masa kebuntingan seekor ternak domba adalah sekitar 150 hari. Sekitar 6 minggu sebelum beranak kualitas pakan harus lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu perlu ditambah dengan biji-bijian atau dedak padi sebanyak 2-3 gelas per ekor per hari. Pada saat ini ternak yang tidak bunting sudah dapat terlihat jelas. Dengan demikian ternak-ternak yang tidak bunting ini dikeluarkan dari kelompok ini. Beri pakan yang lebih rendah kualitasnya agar tidak terjadi pemborosan atau dapat juga dijual.

PERAWATAN SELAMA KELAHIRAN
Sekitar 150 hari setelah ternak dikawinkan maka kelompok ternak ini akan mulai menunjukan tanda-tanda kelahiran yaitu vulva membengkak mengeluarkan cairan bening yang kental, ternak mulai gelisah dan menggaruk-garuk lantai. Pada saat ini perlu perhatian khusus, untuk membantu apabila ada ternak yang mengalami kesulitan kelahiran, atau induk yang tidak mau menyusui anaknya. Ternak yang sudah beranak segera masukan ke dalam sekat dengan luas 1 x 1 m2, agar induk dan anak mempunyai hubungan khusus, tidak terganggu oleh induk lainnya. Biarkan dalam kandang bersekat ini selama tiga hari. Beri pakan secukupnya. Setelah tiga hari dapat digabungkan kembali dengan ternak lainnya.

PERKAWINAN KEMBALI SETELAH BERANAK
Setelah anak disapih dari induknya, ternak betina ini perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas pakannya. Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan indukinduk ini untuk dikawinkan kembali. Seperti pada musim perkawinan yang lalu betina-betina ini kembali dikelompokan dalam satu kelompok termasuk betinabetina yang gagal bunting pada musim perkawinan yang lalu. Setelah dua minggu dalam kondisi pakan istimewa ini masukan pejantan biarkan selama 2 siklus birahi (34 hari). Demikian kegiatan ini dilakukan berulang seperti yang telah dilakukan pada musim perkawinan yang lalu.

KEUNTUNGAN PERKAWINAN DENGAN PENYERENTAKAN BIRAHI
Seperti telah kita perhatikan dengan seksama, untuk suksesnya suatu kegiatan pengembangan ternak domba diperlukan tahap-tahap yang runut. Sederhana, tetapi kalau tidak terencana dengan baik, tidak ada penyerentakan birahi, ternak kita dapat kawin kapan saja dan beranak kapan saja. Hal ini akan menyulitkan
manajemen, perkawinan,manajemen pakan, manajemen kebuntingan, manajemen kelahiran sapih dan penjualan ternak yang tidak terprediksi jumlah maupun waktunya. Dengan sistem penyerentakan birahi ini kita dapat merencanakan kapan dan berapa jumlah ternak yang akan kita jual. Kapan dibutuhkan pakan dan berapa jumlahnya dan bagaimana kualitasnya. Apabila hal ini dilakukan dengan cara berkelompok dalam satu desa, akan lebih baik lagi. Dalam penjualan ternak kita akan dapat lebih hemat dalam biaya produksi karena dilakukan secara massal. Jumlah produksi ternak pun dapat direncanakan dengan baik, sehingga tidak ada kelebihan produksi di suatu saat dan kekurangan produksi di saat yang lain.

Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Ternak



Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging buah inti sawit atau ’palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitar 9,1 hingga 22,8 % (Chin, 2002; Sinurat et al., 2009). Pecahan cangkang ini mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal ini menyebabkan bahan ini kurang disukai ternak (‘kurang palatable’) dan dikhawatirkan dapat merusak dinding saluran pencernaan ternak muda. 


Bungkil inti sawit dapat digunakan untuk pakan ternak (Devendra, 1978, Swick dan Tan, 1995) sebagai sumber energi atau protein. Namun, penggunaannya untuk pakan unggas terbatas karena tingginya kadar serat kasar (21,7%) termasuk hemiselulosa (mannan dan galaktomanan) serta rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Batas penggunaan bungkil inti sawit dalam campuran pakan unggas dilaporkan bervariasi, yaitu 5 – 10 % didalam ransum ayam broiler dan bisa digunakan 20 hingga 25% didalam ransum ayam petelur (Chong et al, 2008; Sinurat et al., 2009).


Khusus untuk bungkil inti sawit, suatu proses untuk mengurangi cemaran cangkang perlu dilakukan sebelum ditambahkan enzim. Suatu teknik sederhana dengan melakukan penyaringan atau pengayakan ternyata dapat mengurangi hingga 50% dari cemaran cangkang dalam BIS atau dari 15% menjadi 7% (Chin, 2002) atau dari 22,8% menjadi 9,92% (Sinurat et al., 2009). Dengan pengurangan cemaran cangkang melalui penyaringan secara langsung dapat meningkatkan nilai gizi BIS melalui penurunan serat kasar dari 17,63% menjadi 13,28%, peningkatan protein kasar dari 14,49% menjadi 14,98%, peningkatan kadar lemak dari 16,05% menjadi 18,59%, peningkatan energi metabolis dari 2051 kkal/kg menjadi 2091 kkal/kg dan kecernaan protein dari 29,31% menjadi 34,69% serta peningkatan kadar asam amino (Sinurat et al., 2009). 


Penambahan enzim produksi Balitnak maupun enzim multi komersil pada BIS yang sudah disaring ternyata dapat meningkatkan energi metabolisnya menjadi 2317 kkal/kg dan kecernaan protein menjadi 51,3% (Sinurat et al-glucanase, xylanase dan phytase) dalam ransum yang mengandung BIS ternyata dapat meningkatkan kecernaan protein, lemak, abu dan energi metabolis ransum (Iyayi dan Davies, 2005; Sundu., 2009). Penambahan enzim tunggal mananase atau enzim multi komersil (cellulose, et al., 2004; Sekoni et al., 2008; Chong et al., 2008). Dengan penambahan enzim, BIS dapat digunakan dalam ransum ayam broiler hingga 30% hingga menyamai performan ayam yang diberi ransum standard (jagung-bungkil kedelai), asalkan formulasi ransum dilakukan berdasarkan asam amino tercerna (Sundu dan Dingle, 2003). 


BIS yang sudah disaring dan ditambahkan enzim sudah diujicobakan dalam formulasi ransum ayam petelur, dengan menggunakan spesifikasi nutrisi setelah ditambahkan enzim. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ini hingga 20%, ternyata meghasilkan performan (produksi telur dan efisiensi penggunaan pakan) yang sama atau lebih baik dari ransum kontrol atau ransum yang tidak mengandung bungkil inti sawit (Sinurat et al., 2009). (dari berbagai sumber)

Penyakit Snot

Written By Unknown on Minggu, 02 Desember 2012 | 17.46

Penyakit snot atau juga banyak dikenal dengan pilek unggas nama latinnya Infectious Coryza merupakan penyakit menular yang kronis pada unggas, penyebabnya adalah bakteri Hemophilus gallinarum. Bakteri yang sangat kecil mudah sekali masuk ketubuh hewan lewat udara yang menerbangkan debu yang membawa bakteri ini dan menginfeksi hewan yang ada di dekatnya. Selain melalui debu penularan juga melalui tempat-tempat yang terkontaminasi bakteri Penyakit snot atau coryza disebabkan oleh virus Hemophillus gallinarum.
            Penyakit ini menyerang sekitar bagian muka burung sehingga menyebabkan bengkak dan muncul benjolan berwama merah di sekitar hidung, mata, dan telinga. Cara penulanannya melalui perantaraan burung lain, udara, debu, makanan, dan minuman. Penularan penyakit ini juga dapat malalui keturunan.
            Tanda-tanda serangan penyakit snot atau coryza yang dapat dilihat adalah muka bengkak, hidung berlendir, sering bersin-bersin, sesak napas, dan nafsu makan turun. Jika tidak ditangani secara serius, lama kelamaan burung yang terserang penyakit ini akan mati.
            Pencegahan terhadap serangan penyakit snot atau coryza dapat dilakukan dengan cara menjauhkan burung kenari yang terserang penyakit dan kelompok burung yang lain agar tidak menular. Di samping itu, sangkar tempat makan, dan minum harus selalu dibersihkan dan segala kotoran. Burung kenari yang terlanjur terserang penyakit snot atau coryza harus segera diberi obat yang sesuai (Anonim 2011).
            Pengobatan dengan obat Sulfamix, Sulfamix adalah sejenis obat antibiotik yang diproduksi oleh Medion Bandung dan telah banyak dijual di toko-toko unggas (poultry). Obat ini memiliki komposisi kandungan Sulfadimethyl Pyrimididine 750 mg dan Methyl Parasept 6 mg setiap sendok teh. Obat mi dapat digunakan untuk mengobati Coccidiosis (penyakit berak darah), Pullorum (berak kapur), Coryza (snot, pilek, muka bengkak), berak hijau (Acute kolera), dan CRD (batuk, ngorok). Aturan pakai dan dosis penggunaannya dapat dilihat pada kemasan obat tersebut.
            Tetra-Chlor, Tetra-Chlor merupakan obat antibiotik berbentuk kapsul dan berwama merah yang diproduksi oleh Medion Bandung. Obat mi mengandung Tetracyclin  Erythromyein base, Vitamin B1, B2, B12’ vitamin C, Potassium Chloride, dan Sodium Sulfate. Obat antibiotik yang mengandung vitamin dan mineral mi dapat digunakan untuk mengobati penyakit Pullorum (berak kapur), Coryza (snot, pilek,muka bengkak), Fowl cholera (berak hijau), dan CRD (batuk, ngorok). Aturan pakai dan dosis penggunaannya dapat dilihat pada kemasan obat tersebut.
            Obat-obatan di atas umumnya dapat digunakan untuk menghadapi kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit yang sering menyerang burung kenari. Penyajian obat-obatan untuk burung kenari dapat dilakukan dengan cara dicampur dalam air minum atau dengan cara diminumkan secara Iangsung dengan perantaraan pipet atau kapas.
Kenari yang terserang penyakit dan akan diberi obat terlebih dahulu dijemur pada sinar matahani kurang lebih satu jam. Pada saat dijemur, kenari tidak diberi minuman. Siapkan obat yang akan diberikan pada tempat minum. Setelah dijemur, kenari dipindahkan ke tempat yang sejuk, kemudian minuman yang telah dicampur obat dimasukkan ke dalam sangkar. Burung kenari yang haus akan segera minum air yang telah dicampur obat tersebut. Jika obat yang telah dicampur dalam air minum tersebut tidak diminum, ambilah sepotong kapas laIu celupkan ke dalam air minum yang mengandung obat. Pegang kenari yang akan diobati, kemudian tempelkan kapas tersebut ke paruh kenari. Burung kenari akan mengisap cairan tersebut untuk diminum. Sisa minuman yang mengandung obat dapat diletakkan di dalam sangkar agar diminum oleh burung kenari tersebut jika merasa haus. Minuman burung yang telah dicampur obatjangan dijemur karena khasiat obat tersebut akan hilang
            Pasca terserang penyakit kita beri asupan nutrisi yang seimbang mulai dari vitamin, mineral sampai suplemen pendukung, menjaga kebersihan sangkar dan membuang kotoran jangan sampai dibiarkan menumpuk terlalu lama di dalam sangkar dijemur di bawah sinar matahari tiap pagi satu jam dan dimandikan tiap dua  minggu sekali.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Dunia Peternakan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger