Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging buah inti sawit atau ’palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitar 9,1 hingga 22,8 % (Chin, 2002; Sinurat et al., 2009). Pecahan cangkang ini mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal ini menyebabkan bahan ini kurang disukai ternak (‘kurang palatable’) dan dikhawatirkan dapat merusak dinding saluran pencernaan ternak muda.
Bungkil inti sawit dapat digunakan untuk pakan ternak (Devendra, 1978, Swick dan Tan, 1995) sebagai sumber energi atau protein. Namun, penggunaannya untuk pakan unggas terbatas karena tingginya kadar serat kasar (21,7%) termasuk hemiselulosa (mannan dan galaktomanan) serta rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Batas penggunaan bungkil inti sawit dalam campuran pakan unggas dilaporkan bervariasi, yaitu 5 – 10 % didalam ransum ayam broiler dan bisa digunakan 20 hingga 25% didalam ransum ayam petelur (Chong et al, 2008; Sinurat et al., 2009).
Khusus untuk bungkil inti sawit, suatu proses untuk mengurangi cemaran cangkang perlu dilakukan sebelum ditambahkan enzim. Suatu teknik sederhana dengan melakukan penyaringan atau pengayakan ternyata dapat mengurangi hingga 50% dari cemaran cangkang dalam BIS atau dari 15% menjadi 7% (Chin, 2002) atau dari 22,8% menjadi 9,92% (Sinurat et al., 2009). Dengan pengurangan cemaran cangkang melalui penyaringan secara langsung dapat meningkatkan nilai gizi BIS melalui penurunan serat kasar dari 17,63% menjadi 13,28%, peningkatan protein kasar dari 14,49% menjadi 14,98%, peningkatan kadar lemak dari 16,05% menjadi 18,59%, peningkatan energi metabolis dari 2051 kkal/kg menjadi 2091 kkal/kg dan kecernaan protein dari 29,31% menjadi 34,69% serta peningkatan kadar asam amino (Sinurat et al., 2009).
Penambahan enzim produksi Balitnak maupun enzim multi komersil pada BIS yang sudah disaring ternyata dapat meningkatkan energi metabolisnya menjadi 2317 kkal/kg dan kecernaan protein menjadi 51,3% (Sinurat et al-glucanase, xylanase dan phytase) dalam ransum yang mengandung BIS ternyata dapat meningkatkan kecernaan protein, lemak, abu dan energi metabolis ransum (Iyayi dan Davies, 2005; Sundu., 2009). Penambahan enzim tunggal mananase atau enzim multi komersil (cellulose, et al., 2004; Sekoni et al., 2008; Chong et al., 2008). Dengan penambahan enzim, BIS dapat digunakan dalam ransum ayam broiler hingga 30% hingga menyamai performan ayam yang diberi ransum standard (jagung-bungkil kedelai), asalkan formulasi ransum dilakukan berdasarkan asam amino tercerna (Sundu dan Dingle, 2003).
BIS yang sudah disaring dan ditambahkan enzim sudah diujicobakan dalam formulasi ransum ayam petelur, dengan menggunakan spesifikasi nutrisi setelah ditambahkan enzim. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ini hingga 20%, ternyata meghasilkan performan (produksi telur dan efisiensi penggunaan pakan) yang sama atau lebih baik dari ransum kontrol atau ransum yang tidak mengandung bungkil inti sawit (Sinurat et al., 2009). (dari berbagai sumber)
+ komentar + 4 komentar
daftar pustakanya gak ada mas?
Kami menyediakan bungkil sawit. stock saat ini ada 60.000ton. Minat atw info hub FERDY 0813 1106 2011
takut di plagiat orang
Saya sedia bungkil sawit lokasi Medan..
Call or Whatsapp: 085261088818
Posting Komentar